Genom menyediakan informasi genetik berupa urutan DNA yang ditranskripsikan menjadi RNA dan kemudian diterjemahkan menjadi protein. Sedangkan proteomik sebagai studi tentang protein, yakni sebagai molekul yang membawa sebagian besar proses biologis. Oleh karenanya, peran proteomik tetap diperlukan.
Dalam kedokteran gigi, pemanfaatan data genetik dan protein spesifik bagi individu, precision medicine berpotensi meningkatkan akurasi diagnosis, efektivitas perawatan, dan upaya pencegahan penyakit. Beberapa penelitian pun dilakukan dan mengetahui pengaruh faktor genetik terhadap kondisi di rongga mulut.
“Peranan genomik dalam kedokteran gigi diantaranya yakni dapat mendiagnosis penyakit gigi dan mulut, prediksi risiko penyakit, deteksi dini dan pencegahan, farmakogenomik, penelitian dan pengembangan, rekayasa genetika dan regenerasi,” ujar Prof Indeswati.
Lebih lanjut, ia juga menerangkan bagaimana peran proteomik dalam kedokteran gigi. Di antaranya, diagnosis non-invasif dengan saliva, biomarker penyakit, pemahaman mekanisme penyakit, pencegahan penyakit, monitoring penyembuhan dan respons terapi, dan pengembangan dari precision medicine.
Dalam praktek kedokteran gigi, metode precision medicine dapat mencakup beberapa hal. Seperti perawatan secara personal, prediktif penyakit, langkah preventif, hingga pencegahan dini dan intervensi minimal.
Namun, metode tersebut tetap memiliki tantangan signifikan yang perlu dipertimbangkan. Sehingga, penerapan yang optimal dan peluang yang lebih besar di masa yang akan dapat diterapkan dengan baik.
“Untuk menuju precision medicine ini diperlukan banyak persiapan, mulai dari kompleksitas data, kesenjangan teknologi dan pendidikan, biaya yang mahal dan aksesibilitas masih terbatas, hingga harus sangat berhati-hati dalam pengelolaan data, karena berkaitan dengan etika dan privasi pasien,” terang Prof Indeswati.