KilasJava.id, Surabaya – Kasus pembangunan pagar laut berbasis Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Indonesia tengah menjadi sorotan. Langkah ini dinilai mencederai keadilan sosial, merusak ekosistem laut, dan mengancam mata pencaharian masyarakat pesisir.
Prof Muhammad Amin Alamsjah, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (UNAIR), menegaskan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
“Laut adalah milik negara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Wilayah laut tidak boleh dimiliki secara pribadi atau perusahaan,” tegasnya.
Pembangunan pagar laut ini tidak hanya melanggar prinsip konstitusi, tetapi juga membawa dampak negatif bagi ekosistem perairan.
Prof Amin menjelaskan bahwa pembatasan laut dengan pagar dapat mempercepat sedimentasi, merusak nursery ground, dan mengancam habitat biota laut seperti terumbu karang dan padang lamun.
“Dampaknya sangat besar, terutama terhadap habitat tempat tumbuh kembang benih ikan. Jika kerusakan ini berlanjut, akan sulit untuk memulihkan keseimbangan ekosistem laut,” katanya.
Para nelayan tradisional menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya.
Akses mereka ke wilayah tangkapan ikan menjadi terbatas akibat pagar laut, memaksa mereka melaut lebih jauh.
Hal ini meningkatkan biaya operasional dan menurunkan produktivitas perikanan.
“Kawasan pesisir yang menjadi sumber penghidupan nelayan akan terdegradasi, mengancam mata pencaharian mereka,” ujar Prof Amin.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki batasan maritim yang diakui secara internasional, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Namun, tindakan privatisasi laut melalui HGB menciptakan konflik kepentingan yang merugikan masyarakat.
“Laut adalah media pemersatu bangsa dan harus dikelola untuk kepentingan kolektif. Negara memiliki kewenangan untuk menghentikan kebijakan yang merugikan rakyat,” imbuhnya.
Kasus pagar laut berbasis HGB ini menjadi pengingat bahwa laut bukan sekadar ruang fisik, melainkan sumber kehidupan bagi jutaan rakyat Indonesia. Prof Amin menegaskan pentingnya tindakan tegas dari pemerintah untuk melindungi laut.
“Jika kebijakan ini melanggar hukum dan merugikan rakyat, maka negara wajib bertindak untuk membatalkannya. Laut harus menjadi berkah bagi semua, bukan milik segelintir pihak,” tegasnya.
Ke depan, Indonesia perlu menjadikan perlindungan laut sebagai prioritas nasional.
Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa laut tetap menjadi aset bersama yang memberikan manfaat bagi seluruh rakyat.