KilasJava.id, Surabaya – Puasa bisa menjadi tantangan bagi penderita gastroesophageal reflux (GER), yaitu kondisi naiknya asam lambung ke kerongkongan yang menimbulkan sensasi terbakar di dada atau heartburn.
Jika dibiarkan, GER dapat berkembang menjadi gastroesophageal reflux disease (GERD), yang ditandai dengan gejala lebih berat seperti penurunan berat badan dan anemia.
Agar puasa tetap nyaman dan aman, penderita GERD perlu mengatur pola makan dan gaya hidup selama bulan Ramadhan. Dosen Kedokteran FIKKIA, dr Kurnia Alisaputri SpPD, menjelaskan bahwa GERD terjadi akibat refluks asam lambung yang terjadi secara terus-menerus dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
“Berpuasa sebenarnya bisa membantu menormalkan hormon stres seperti kortisol yang dapat meningkatkan asam lambung. Selain itu, hormon endorfin dan serotonin yang meningkat selama puasa juga berperan dalam keseimbangan sistem pencernaan,” katanya.
Perubahan pola hidup selama puasa, baik dari segi konsumsi makanan maupun waktu istirahat, berpengaruh besar terhadap kesehatan penderita GERD. Untuk mencegah gejala kambuh, penderita disarankan menunda waktu sahur hingga menjelang imsak agar energi dapat bertahan lebih lama.
“Perubahan waktu istirahat juga bisa menjadi pemicu stres. Jika tidak ada aktivitas, sebaiknya segera istirahat setelah tarawih agar waktu tidur tetap cukup,” katanya.
Selain itu, pemilihan makanan sangat berpengaruh terhadap kondisi lambung. Penderita GERD disarankan menghindari makanan pedas, bersantan, asam, dan berkalori tinggi yang dapat merangsang produksi asam lambung.
“Perbanyak konsumsi sayur, buah, dan daging segar. Serat dari sayur dan buah bisa bertahan lebih lama dalam lambung, sementara protein dari daging segar yang dimasak dengan benar membantu meningkatkan imunitas,” ujarnya.
Saat berbuka puasa, sebaiknya tidak langsung mengonsumsi makanan dalam porsi besar.
“Makan kurma dan minum air putih sudah cukup untuk mengembalikan kondisi tubuh secara perlahan sebelum makan makanan utama,” tambahnya.
Asupan cairan yang cukup sangat penting untuk mencegah dehidrasi, terutama bagi penderita GERD. Dokter spesialis penyakit dalam RSUD Blambangan Banyuwangi itu menyarankan untuk tetap memenuhi kebutuhan cairan minimal dua liter sehari, yang dapat dibagi saat sahur dan berbuka.
“Hindari minuman berkarbonasi dan berkafein karena bersifat diuretik, yang bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil dan memperbesar risiko dehidrasi,” jelasnya.
Bagi yang beraktivitas di luar ruangan, kebutuhan cairan bisa lebih besar untuk menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah peningkatan produksi asam lambung akibat dehidrasi.
Dengan menjaga pola makan, istirahat yang cukup, serta memastikan asupan cairan yang memadai, penderita GERD tetap bisa menjalankan ibadah puasa dengan nyaman.
Bagi yang sedang dalam pengobatan, penting untuk tetap mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter saat sahur dan berbuka. Jika gejala GERD semakin parah, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
***Kunjungi kami di news google KilasJava.id