Menurutnya, banyak pihak di luar pesantren sering salah menafsirkan budaya santri karena melihat dari sudut pandang permukaan tanpa memahami filosofi di baliknya.
“Tradisi di pondok itu lahir dari nilai keikhlasan. Kalau tak paham konteksnya, jangan asal menilai. Karena di balik kesederhanaan para santri, ada kekuatan moral yang luar biasa,” ujarnya.
KPID Jatim: Ada Indikasi Pelanggaran Etika Siaran
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, Royin Fauziana, menegaskan bahwa lembaganya telah menerima sejumlah laporan dari masyarakat terkait tayangan tersebut.
“Kami menemukan indikasi pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), terutama yang berkaitan dengan penghormatan terhadap nilai agama dan keberagaman,” ungkapnya, Selasa (14/10).
Royin menilai, lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga harmoni sosial dan menghormati nilai-nilai budaya masyarakat.
“Penyiaran seharusnya memperkuat toleransi, bukan malah menumbuhkan stigma terhadap kelompok tertentu,” tegasnya.
KPID Jatim, lanjutnya, akan meneruskan laporan publik ini kepada KPI Pusat serta memberikan rekomendasi kebijakan agar kasus serupa tidak terulang.
Momentum Refleksi bagi Dunia Penyiaran
Kasus Xpose Uncensored ini bukan sekadar soal narasi yang salah, tetapi juga cermin kegagalan sebagian media memahami konteks sosial budaya masyarakat Indonesia yang majemuk.
Kehidupan pesantren bukan bahan tontonan provokatif, melainkan potret keikhlasan dan perjuangan moral yang telah ikut menjaga nilai-nilai bangsa sejak masa kemerdekaan.
Insiden ini diharapkan menjadi momentum refleksi bagi dunia penyiaran agar lebih berhati-hati dalam menyajikan konten, terutama yang berkaitan dengan keagamaan dan tradisi lokal.
Media harus kembali pada fungsinya: mendidik, mencerahkan, dan memperkuat keutuhan sosial bangsa.
***Kunjungi kami di news google KilasJava.id
