KilasJava.id, Surabaya – Kanker usus besar atau kanker kolorektal kini tak lagi identik dengan kelompok usia lanjut. Tren global menunjukkan peningkatan kasus Early Onset Colorectal Cancer (EOCRC) yang menyerang individu di bawah usia 45 tahun, termasuk di antaranya generasi Z yang kini masuk kelompok risiko tinggi.
Fenomena meningkatnya prevalensi EOCRC tak hanya terjadi di negara-negara maju, namun juga mulai merebak di negara berkembang, termasuk Indonesia. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), dr Annisa Zahra Mufida SpPD, angkat bicara terkait tren ini dan menekankan pentingnya kewaspadaan sejak dini.
“Faktor gaya hidup menjadi salah satu pemicu utama munculnya kanker kolorektal pada usia muda. Pola konsumsi makanan cepat saji, minuman tinggi gula buatan seperti fruktosa, obesitas, konsumsi alkohol dan rokok, serta minimnya aktivitas fisik menjadi faktor risiko signifikan. Di samping itu, faktor genetik juga memegang peran penting,” papar Annisa.
Menurutnya, karakteristik EOCRC berbeda dengan kanker usus besar yang terjadi pada kelompok usia lanjut. Pada pasien muda, penyakit ini cenderung memiliki prognosis yang lebih buruk, risiko metastasis atau penyebaran sel kanker lebih tinggi, serta potensi kegagalan terapi yang lebih besar.
“Pasien muda sering kali datang dalam kondisi stadium lanjut karena kurangnya kesadaran dan adanya stigma bahwa kanker adalah penyakit orang tua. Akibatnya, hampir 50 persen kasus baru ditemukan dalam stadium lanjut,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan enam gejala umum yang patut diwaspadai, yakni anemia, munculnya darah pada feses, diare lebih dari dua minggu, penurunan berat badan drastis, nyeri pada area rektum, serta konstipasi kronis yang berlangsung lebih dari tiga bulan.
Meski demikian, Annisa menggarisbawahi bahwa kanker kolorektal kerap kali tidak menunjukkan gejala awal yang spesifik, sehingga berkontribusi pada keterlambatan diagnosis. Oleh karena itu, deteksi dini menjadi instrumen vital dalam pencegahan progresivitas penyakit.
Ia pun mendorong masyarakat, khususnya kelompok usia produktif, untuk mulai menerapkan langkah preventif. Beberapa di antaranya adalah mengetahui riwayat keluarga terkait kanker kolorektal, beralih ke pola makan *real food*, meningkatkan aktivitas fisik harian, serta rutin melakukan pemeriksaan kesehatan sistem pencernaan.
“Jika terdapat gejala yang mencurigakan, segera lakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan. Pemeriksaan feses bisa menjadi langkah awal. Jika ditemukan darah pada sampel feses, maka pemeriksaan lanjutan seperti kolonoskopi sangat disarankan untuk memastikan diagnosis dan menentukan strategi penanganan,” imbuhnya.
Kolonoskopi, menurut Annisa, menjadi prosedur penting untuk mendeteksi dini lesi atau potensi kanker pada usus besar, sekaligus sebagai langkah mitigasi risiko agar kondisi tidak berkembang ke stadium yang lebih berat.
Dengan meningkatnya kasus EOCRC di kalangan muda, Annisa menekankan bahwa kesadaran kolektif, edukasi publik, dan skrining dini merupakan kunci utama dalam memerangi kanker kolorektal secara sistemik.
***Kunjungi kami di news google KilasJava.id