KILASJAVA.ID, SIDOARJO – Memasuki hari keenam sejak ambruknya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, pada Minggu sore (29/9/2025), suasana duka masih menyelimuti kawasan pesantren.
Tim SAR gabungan terus melakukan pencarian terhadap puluhan santri yang belum ditemukan di antara puing-puing bangunan.
Hingga Sabtu (4/10/2025), tercatat 14 orang meninggal dunia dari total 167 korban yang terdampak peristiwa tersebut.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyampaikan bahwa dari 167 korban, sebanyak 118 telah ditemukan.
Dari jumlah itu, 103 santri selamat, 14 meninggal dunia, dan satu orang kembali ke rumah tanpa memerlukan penanganan medis lanjutan. Sementara 49 santri lainnya masih dalam pencarian.
“Sebanyak 14 orang masih menjalani perawatan di rumah sakit, 89 orang telah diperbolehkan pulang, dan satu orang dirujuk ke rumah sakit di Mojokerto,” jelas Abdul Muhari.
Musibah ini mengundang simpati luas. Sejumlah tokoh publik turun langsung memberikan dukungan dan doa kepada para korban, di antaranya Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar, Bupati Sidoarjo H. Subandi, serta Senator DPD RI Komite III, Dr. Lia Istifhama.
Salah satu kisah paling menggugah hati datang dari dua santri, Syailendra Haikal (13) dan Yusuf (16), yang tertimbun reruntuhan lebih dari dua hari sebelum akhirnya berhasil dievakuasi.
Percakapan lirih antara Haikal dan tim penyelamat bernama Aziz menjadi viral di media sosial. “Semuanya sakit,” ujar Haikal pelan, kalimat yang membekas di hati masyarakat dan menjadi simbol keteguhan di tengah penderitaan.
Ketika menjenguk Haikal di RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo pada Rabu (2/10), Senator Lia Istifhama menuturkan betapa kuat dan tegar bocah 13 tahun itu menghadapi cobaan besar.
“Usianya hampir sama dengan anak saya. Saat saya lihat, sorot matanya menahan sakit, tapi ketegarannya luar biasa,” ucap Lia, yang dikenal luas dengan tagline CANTIK (cerdas, inovatif, kreatif).
Dalam penuturannya, Lia mengisahkan beragam momen spiritual dan kemanusiaan yang dialami Haikal.
Dari cerita sang ibunda, Dwi Ajeng, Haikal dan Yusuf sebenarnya berada di posisi yang cukup berjauhan saat musala ambruk.
Namun keduanya tetap saling menyemangati melalui suara yang teredam di antara puing-puing.
Haikal juga sempat mengalami pengalaman luar biasa di hari pertama tertimbun. Dalam kondisi haus, ia melihat sosok anak kecil yang datang dan memberinya air minum.
“Kita tidak tahu apakah itu bentuk mukjizat atau halusinasi positif. Namun yang jelas, Allah memilih Haikal untuk menjadi saksi hidup atas musibah ini,” tutur Lia dengan mata berkaca-kaca.
Yang tak kalah mengharukan, di tengah kegelapan dan kesakitan, Haikal tetap mengingat kewajiban salat. Ia bahkan mengajak temannya untuk berjamaah di bawah reruntuhan.
“Haikal bukan hanya kuat secara fisik, tapi juga luar biasa imannya. Dalam kondisi gelap dan sempit, ia tetap berusaha melaksanakan salat,” ujar Lia.