KilasJava.id, Surabaya – Travel medicine menjadi bidang yang menarik bagi dokter yang memiliki minat di dunia kesehatan sekaligus gemar bepergian. Ilmu ini berfokus pada kesehatan wisatawan sebelum, selama, dan setelah perjalanan.
Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (FIKKIA) Universitas Airlangga (UNAIR) Banyuwangi turut berperan dalam membekali calon dokter dengan keahlian di bidang ini.
Ketua Program Studi Kedokteran FIKKIA, Muhammad Nazmuddin dr MSc, menjelaskan bahwa travel medicine membuka berbagai peluang kerja bagi dokter.
Seorang dokter dapat bekerja di klinik vaksinasi dan travel medicine, rumah sakit yang menyediakan layanan kesehatan perjalanan, atau bahkan membuka praktik mandiri.
Selain itu, dokter di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) memiliki peran penting dalam pengawasan kesehatan para pelaku perjalanan, termasuk vaksinasi, skrining penyakit menular, serta pengendalian wabah di terminal internasional.
Industri pariwisata juga menawarkan kesempatan bagi dokter untuk bekerja di kapal pesiar, maskapai penerbangan, serta layanan kesehatan bagi jamaah haji dan umroh.
“Bagi calon dokter yang ingin menggabungkan profesi medis dengan pengalaman perjalanan, travel medicine merupakan pilihan karir yang menjanjikan serta memberikan kontribusi dalam kesehatan global,” ujar Muhammad Nazmuddin.
Selain pilihan karir yang luas, travel medicine juga menawarkan kesempatan studi lanjut dan sertifikasi.
Dokter dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang master atau PhD dalam bidang travel medicine atau kedokteran tropis.
Sertifikasi seperti Certificate in Travel Health (CTH) dari International Society of Travel Medicine (ISTM) dapat meningkatkan kredibilitas dan kompetensi dalam bidang ini.
“Bagi yang tertarik pada bidang spesifik, sertifikasi dalam aviation medicine atau maritime medicine juga dapat membuka peluang untuk berkarir di sektor penerbangan dan kelautan,” kata dr Didin.
Selain pendidikan formal, riset dalam travel medicine juga memiliki prospek yang luas. Penelitian mengenai penyakit infeksi yang sering dialami oleh pelaku perjalanan, seperti malaria, demam berdarah, dan tuberkulosis, menjadi fokus utama.
Efek perjalanan jarak jauh terhadap kesehatan, seperti jet lag dan deep vein thrombosis, juga menjadi perhatian utama dalam bidang ini.
“Tren wisata medis, seperti pasien yang bepergian untuk transplantasi organ atau fertilisasi in vitro (IVF), semakin berkembang dan membutuhkan perhatian dari tenaga medis profesional,” tambahnya.
UNAIR Banyuwangi memiliki sumber daya akademik yang mumpuni untuk mendukung pengembangan travel medicine.
Dengan tenaga pengajar berpengalaman di bidang kedokteran tropis, kesehatan lingkungan, epidemiologi, serta medis darurat, mahasiswa dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam mengenai tantangan kesehatan dalam perjalanan.
Jejaring dengan industri pariwisata juga menjadi nilai tambah dalam pengembangan layanan kesehatan perjalanan yang lebih luas.
Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan saat bepergian, travel medicine menjadi bidang yang berkembang pesat dan menawarkan prospek karir menarik bagi dokter di masa depan.
***Kunjungi kami di news google KilasJava.id