Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Pendidikan

Alternating Family: Konsep Keluarga Masa Depan di Era Digital

38
×

Alternating Family: Konsep Keluarga Masa Depan di Era Digital

Sebarkan artikel ini
Digital

KilasJava.id, Surabaya – Perkembangan masyarakat digital telah membawa dampak besar pada berbagai aspek kehidupan, termasuk dinamika dalam keluarga.

Munculnya Generasi Z yang tumbuh di era informasi dan teknologi mengubah pola interaksi dalam rumah tangga, mendorong lahirnya konsep Alternating Family.

Example 300x600

Konsep ini diperkenalkan oleh Guru Besar Ilmu Sosiologi Keluarga Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Siti Mas’udah, S.Sos., M.Si., dalam orasi ilmiahnya pada pengukuhan guru besar di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR, Kamis, 27 Februari 2025.

“Masyarakat saat ini mengalami perubahan sosial yang begitu cepat. Teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya mempercepat pertukaran informasi, tetapi juga memengaruhi nilai dan norma dalam keluarga,” ujar Prof. Siti.

Sebagai institusi sosial pertama dalam kehidupan individu, keluarga memiliki peran krusial dalam membentuk karakter seseorang. Namun, kehadiran teknologi informasi telah mengubah cara anggota keluarga berinteraksi satu sama lain.

“Relasi antar anggota keluarga semakin cair. Hubungan suami-istri dan interaksi antara orang tua dan anak menjadi lebih elastis. Media sosial kini bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga sumber utama dalam memahami konsep perkawinan, keluarga, dan kehidupan,” paparnya.

Menurutnya, generasi Z memiliki karakter yang lebih terbuka, inklusif, dan mendambakan kesetaraan dalam hubungan keluarga.

Kondisi ini menuntut adanya paradigma baru dalam membangun keluarga yang berkualitas.

Alternating Family, Bukan Alternative Family

Alternating Family adalah konsep yang menekankan kesetaraan peran dalam keluarga tanpa ada pihak yang dominan.

Berbeda dengan alternative family yang berkembang di Barat, Alternating Family lebih sesuai dengan konteks sosial di Indonesia yang sedang mengalami perubahan.

“Konsep ini menekankan kesetaraan hak setiap individu dalam keluarga. Pengambilan keputusan dilakukan secara bersama, dan setiap anggota keluarga didorong untuk mengembangkan potensinya masing-masing,” jelasnya.

Selama ini, pembangunan keluarga lebih berorientasi pada ketahanan dan kesejahteraan secara kuantitatif.

Namun, menurut Prof. Siti, diperlukan pendekatan yang lebih holistik agar dinamika keluarga dapat dipahami secara lebih mendalam.

“Generasi Z menginginkan hubungan yang lebih terbuka dan dinamis dalam keluarga, sehingga mereka dapat berkembang secara maksimal. Ini sejalan dengan fenomena liquid modernity, di mana kehidupan menjadi lebih fleksibel dan tidak kaku,” tambahnya.

Konsep Alternating Family tidak hanya bertujuan untuk memperkuat ikatan dalam keluarga, tetapi juga berkontribusi langsung pada pembangunan nasional. Keluarga yang berkualitas akan menghasilkan generasi yang unggul, inovatif, dan berdaya saing tinggi di tingkat global.

Selain itu, konsep ini sejalan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam aspek Good Health and Well-Being serta Gender Equality.

“Kita harus menyadari bahwa perubahan dalam keluarga adalah sesuatu yang tak terelakkan. Dengan konsep Alternating Family, kita dapat membangun keluarga yang lebih adaptif terhadap perubahan zaman, sehingga mampu mencetak generasi masa depan yang lebih kuat dan siap bersaing di tingkat global,” tutupnya.

***Kunjungi kami di news google KilasJava.id

Example 468x60 Example 468x60 Example 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *