Keganjilan lain menurutnya adalah bahwa dasar klaim dari pihak penggugat hanya berupa Akta Jual Beli (AJB) dan petok, bukan sertifikat resmi dari BPN.
Sementara dirinya memegang SHM yang secara hukum merupakan bukti kepemilikan tertinggi atas tanah.
Susanto menyampaikan bahwa kasus ini menjadi preseden buruk jika tidak segera mendapat perhatian dari pemerintah.
“Kami berharap pemerintah, khususnya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto nanti, mau turun tangan melihat kasus seperti ini. Jika SHM saja bisa dibatalkan begitu saja, bagaimana nasib masyarakat kecil yang punya tanah?” ujarnya.
Jonko menegaskan bahwa dirinya akan mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut.
Ia juga berharap masyarakat memahami situasi yang dihadapinya dan mendukung perjuangannya dalam mempertahankan hak atas tanah yang telah ia miliki selama hampir tiga dekade.
“Saya berharap masyarakat paham, ini bukan hanya soal saya pribadi. Kalau sertifikat resmi bisa dibatalkan begitu saja, artinya tidak ada jaminan kepastian hukum. Saya akan terus memperjuangkan ini sampai tuntas,” tegas Jonko.
Hingga berita ini ditulis, pihak PTUN Surabaya belum memberikan keterangan resmi terkait alasan pembatalan SHM Jonko Pranoto.
***Kunjungi kami di news google KilasJava.id