KILASJAVA.ID, SURABAYA – Universitas Airlangga (Unair) menjadi tuan rumah kegiatan Diseminasi Publik Integrated Sub-National Financing Framework (ISFF) Jawa Timur 2025–2029, yang diselenggarakan di Ruang Majapahit, ASEEC Tower Kampus B UNAIR.
Acara ini merupakan kolaborasi strategis antara UNICEF, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan UNAIR melalui Airlangga Institute for Learning and Growth (AILG), dengan fokus utama pada percepatan capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak.
Kegiatan ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor, mulai dari kementerian, lembaga internasional, akademisi, hingga organisasi pembangunan.
Mereka bersatu dalam komitmen bersama untuk menggagas pendekatan pembiayaan daerah yang lebih inovatif dan inklusif.
Ketua AILG, Dr Eko Supeno, menyampaikan bahwa kerangka ISFF menjadi instrumen penting dalam menjawab kebutuhan pembangunan yang berpihak pada anak.
Ia menegaskan kesiapan UNAIR untuk mendukung proses ini melalui riset ilmiah dan advokasi kebijakan. Menurutnya, pembangunan yang berkelanjutan hanya dapat tercapai dengan komitmen kolaboratif antara aktor negara dan non-negara.
Wiwien Apriliani, perwakilan dari Bappenas, menggarisbawahi pentingnya ISFF sebagai pedoman teknokratik dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah.
Ia menyebut Jawa Timur sebagai pelopor penerapan kerangka pembiayaan nasional (INFF) ke tingkat subnasional. ISFF, yang telah diperkenalkan secara global sejak 2015 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, kini menjadi acuan penting dalam memastikan tercapainya SDGs secara terukur dan sistematis di tingkat daerah.
Dari perspektif global, Chief of Social Policy UNICEF Indonesia, Yoshimi Nishino, menyampaikan bahwa tantangan pembangunan anak di Jawa Timur sangat mendesak.
Data UNICEF menunjukkan satu dari empat anak di provinsi ini hidup dalam kondisi miskin, sementara 14,7 persen anak mengalami stunting.
Menurutnya, solusi terhadap permasalahan ini membutuhkan pendekatan pembiayaan yang tidak lagi bergantung sepenuhnya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), melainkan membuka ruang kolaborasi dengan sektor swasta, filantropi, dan lembaga sosial seperti zakat.
UNICEF memperkirakan bahwa untuk mencapai target SDGs di Jawa Timur hingga tahun 2030, dibutuhkan pembiayaan sekitar Rp1.700 triliun.
Dalam dokumen ISFF yang telah disusun, telah teridentifikasi 17 skema pendanaan dari sektor publik dan swasta yang secara potensial dapat memobilisasi dana hingga Rp200 triliun.
Dana tersebut diarahkan untuk mendukung program prioritas seperti penghapusan stunting, peningkatan akses air bersih, perbaikan sanitasi, serta penguatan pembangunan manusia secara menyeluruh.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur, Dr Tri Wahyu Liswati, menyatakan bahwa ISFF merupakan bentuk nyata komitmen pemerintah daerah dalam memperluas peluang pembiayaan pembangunan yang berpihak pada anak.
Ia menekankan pentingnya prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan dalam pengelolaan dana pembangunan alternatif, demi menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda di Jawa Timur.
Diseminasi ini tidak sekadar menjadi forum diskusi, melainkan dimaknai sebagai langkah awal menuju aksi kolektif untuk mendorong investasi jangka panjang yang berdampak langsung bagi kesejahteraan anak-anak.
Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip inklusif ke dalam skema pembiayaan pembangunan, Jawa Timur menunjukkan kepemimpinan daerah dalam membangun peradaban yang berpihak pada anak.
***Kunjungi kami di news google KilasJava.id