KilasJava.id, Surabaya – Pemilihan Umum (PEMILU) 2024 tak hanya menghasilkan presiden dan wakil presiden baru, tetapi juga menjadi momentum pendistribusian posisi strategis di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Fenomena koneksi politik yang memengaruhi kinerja perusahaan menjadi sorotan dalam orasi ilmiah Prof Dr Rahmat Setiawan SE MM. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (UNAIR) ini dikukuhkan pada Rabu (18/12/2024) di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR.
Prof Rahmat mengungkapkan, koneksi politik bukan hanya terjadi di BUMN, tetapi juga di perusahaan swasta. “Sekitar 75 persen perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki koneksi politik demi menjamin kelancaran bisnisnya,” ujarnya.
Dalam risetnya, Prof Rahmat menggunakan tiga teori untuk menjelaskan dampak koneksi politik terhadap kinerja keuangan perusahaan.
1. Teori Keagenan:
Manajer atau pemegang saham yang terkoneksi politik cenderung oportunis, sehingga koneksi politik dinilai negatif terhadap kinerja perusahaan.
2. Resource-Based View:
Koneksi politik memberikan keuntungan seperti kemudahan akses terhadap sumber daya dan regulasi pemerintah, yang berdampak positif pada kinerja perusahaan.
3. Resource Dependency:
Koneksi politik membantu perusahaan mengamankan sumber daya penting seperti modal, lahan, dan teknologi.
Menurut Prof Rahmat, pengaruh koneksi politik tergantung pada sistem hukum dan tingkat korupsi di suatu negara. Di negara dengan sistem hukum kuat dan korupsi rendah, koneksi politik berdampak negatif pada kinerja perusahaan. Sebaliknya, di negara berkembang dengan sistem hukum lemah dan korupsi tinggi, koneksi politik justru menunjukkan dampak positif.
Prof Rahmat merekomendasikan penguatan sistem hukum di Indonesia agar koneksi politik tidak lagi menjadi alat untuk melancarkan bisnis.
“Penegakan hukum harus dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama terkait pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Dengan sistem hukum yang kuat, perusahaan dapat berfokus pada faktor non-politik seperti Good Corporate Governance (GCG) dan Environmental, Social, and Governance (ESG). Hal ini juga akan menurunkan tingkat relasi antara bisnis dan politik serta mengurangi korupsi di level negara.
“Ketika alokasi dana dan sumber daya lebih efektif, cita-cita Indonesia menjadi negeri yang sejahtera dan gemah ripah loh jinawi bisa terwujud,” tutup Prof Rahmat.