KILASJAVA.ID, SURABAYA – Beberapa waktu lalu muncul kasus sodomi yang dilakukan oleh pelaku anak kepada korban yang masih balita.
Kasus pelecehan seksual yang melibatkan pelaku oleh anak perlu menjadi perhatian serius. Dr Ike Herdiana SPsi MPsi Psikolog, dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan perspektifnya.
“Pelecehan seksual (sodomi) anak terhadap balita merupakan isu yang serius dan kompleks, karena melibatkan banyak sekali faktor,” ungkap Ike.
Adapun faktor yang meliputi misalnya riwayat trauma kekerasan seksual di masa lampau. Selain itu, kurangnya pendidikan seksual dan lingkungan sosial yang tidak aman juga dapat menjadi pendorong munculnya perilaku tersebut.
Paparan Pornografi pada Anak
Dari perkembangan kasus yang baru-baru ini terjadi, diduga pelaku yang masih berusia delapan tahun telah mendapat paparan pornografi.
Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri karena kini teknologi dapat memudahkan siapa pun untuk mengakses pornografi, termasuk anak-anak.
Ike menekankan pada peran orang tua jika menemukan anak-anak terpapar konten pornografi.
Menurutnya orang tua harus tetap tenang dan mampu mengedukasi dengan bahasa yang dipahami anak. Terlebih lagi, orang tua harus mampu membangun hubungan terbuka dalam jangka panjang.
“Jangan langsung memarahi atau menghakimi anak karena anak akan takut dan berbohong di kemudian hari. Ajak bicara dengan pendekatan yang terbuka dan empati, serta orang tua harus mampu mendengarkan tanpa menginterupsi,” ungkap Ike.
Ia juga menambahkan ciri-ciri anak yang berpeluang menjadi pelaku pelecehan seksual.
Misalnya menggunakan bahasa seksual atau istilah dewasa yang tidak sesuai dengan usianya, kesulitan mengendalikan emosi, dan terobsesi melihat bahkan menyentuh tubuh orang lain tanpa batasan.
Penanganan Pelaku dan Korban
Dalam hal ini, Ike menyarankan untuk pelaku dan korban mendapat intervensi dari ahli.
Misalnya pelaku perlu mendapat asesmen psikologis atau psikiatris secara komprehensif. Lalu juga psikoterapi meningkatkan empati dan tanggung jawab, mengajarkan pengendalian dorongan dan emosi.
Selain itu, baik keluarga pelaku maupun korban perlu mendapat pendampingan psikologi.
Terapi keluarga dinilai dapat membantu untuk tidak hanya membantu tumbuh kembang anak, tapi juga membangun lingkungan yang aman dalam jangka panjang.
“Kenali tanda-tanda awal pelecehan, awasi interaksi anak dengan orang lain, batasi dan pantau akses teknologi,” imbuh Ike soal pencegahan tindak pelecehan seksual oleh anak.
***Kunjungi kami di news google KilasJava.id