KILAS JAVA, SURABAYA – Wisuda Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Rabu (17/9/2025), meninggalkan kesan haru dan emosional. Di hadapan lebih dari 3000 wisudawan, orang tua, dan tamu undangan, Rektor Unusa Prof Dr Ir Achmad Jazidie, M.Eng, menyampaikan sambutan yang dipandang banyak pihak sebagai isyarat perpisahan.
Suara parau sang Rektor beberapa kali terdengar hingga membuatnya harus berhenti sejenak. Sejumlah dosen dan tenaga kependidikan yang hadir tak kuasa menahan air mata.
Puncak momen itu terjadi ketika sambutan ditutup dengan lirik lagu “Karena Cinta” karya Glenn Fredly.
Lantunan lagu yang dinyanyikan anggota paduan suara mendadak disambut seluruh hadirin.
Tanpa komando, wisudawan, senat, dan undangan berdiri, menyanyikan bersama lagu tersebut.
Suasana wisuda pun berubah menjadi momen penuh kehangatan sekaligus tanda perpisahan.
Banyak yang menafsirkan suasana itu sebagai penanda berakhirnya masa jabatan Prof Jazidie yang telah memimpin Unusa selama dua periode.
Kehadirannya dinilai memberi warna besar dalam perkembangan kampus yang kini kian dikenal sebagai perguruan tinggi inklusif dan terbuka.
Wisuda kali ini menjadi bukan sekadar pengukuhan akademik, tetapi juga catatan sejarah perjalanan seorang pemimpin yang membangun Unusa dengan komitmen, dedikasi, dan cinta.
Dari Non-Muslim hingga Usia 50 Tahun, Inilah Wisudawan Inspiratif Unusa
Wisuda Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Rabu (17/9), mempertegas komitmen kampus sebagai perguruan tinggi inklusif. Dalam prosesi yang diikuti lebih dari tiga ribu peserta, tercatat sepuluh wisudawan non-muslim ikut dikukuhkan.
Hal ini membuat pengambilan sumpah profesi berlangsung istimewa, karena dihadiri tiga rohaniawan berbeda: Islam, Kristen, dan Katolik. Rektor Unusa Prof Dr Ir Achmad Jazidie, M.Eng, menegaskan bahwa kampus yang dipimpinnya hadir untuk semua kalangan.
“Unusa senantiasa mendorong masyarakat untuk terus menuntut ilmu dalam berbagai jenjang. Sesuai tagline rahmatan lil alamin, Unusa hadir bagi siapa pun, dari mana pun, untuk mengembangkan pengetahuan,” ujarnya.
Komitmen itu juga tercermin dari kisah para wisudawan. Anastasia Ni Luh Asriyati, lulusan S1 Keperawatan asal Denpasar, mengaku awalnya sempat ragu karena berbeda keyakinan. Namun, ia justru merasa nyaman. “Saya belajar banyak tentang toleransi, terutama saat mata kuliah Aswaja. Dari teman-teman muslim, saya mendapat banyak kebaikan,” tuturnya.
Hal serupa dirasakan Woro Siswanto, wisudawan non-muslim lain. Ia menuturkan, lingkungan kampus memberinya kenyamanan. “Tidak ada perbedaan perlakuan. Semuanya berjalan penuh toleransi dan persaudaraan,” katanya.
Selain keberagaman agama, usia para wisudawan juga menarik perhatian. Sejumlah mahasiswa berhasil lulus meski menempuh pendidikan di usia lebih dari 50 tahun. Salah satunya Nur Kholis, tenaga kesehatan di Puskesmas Kedurus, Surabaya, yang menyelesaikan pendidikan S1 dan Ners.
“Bidang keperawatan terus berkembang. Kalau tidak memperdalam, kita bisa tertinggal. Alhamdulillah, sejak awal saya memang mengabdikan diri di keperawatan, dari SPK tahun 1994 hingga melanjutkan kuliah di Unusa,” ungkapnya.
Wisuda kali ini juga dimeriahkan kisah unik seorang wisudawan yang tampil sebagai qori, Langga Pratama Putra. Lulusan S1 Manajemen program RPL ini adalah karyawan PT PLN Nusantara Power sekaligus peraih juara MTQ tingkat Jawa Timur.
Meski bekerja, Langga tetap menuntaskan pendidikannya dengan prestasi gemilang, meraih IPK 3,7. “Materi kuliah sangat membantu pekerjaan saya, terutama saat menangani kontrak dengan pihak ketiga,” jelas pria kelahiran Sidoarjo, 23 November 2000 itu.
Dengan beragam kisah inspiratif, wisuda Unusa 2025 menjadi potret nyata kampus yang menegakkan nilai inklusivitas, toleransi, dan semangat belajar sepanjang hayat.
***Kunjungi kami di news google KilasJava.id