KilasJava.id, Surabaya – Kehadiran birokrasi yang efisien menjadi kebutuhan mendesak bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun, tantangan reformasi birokrasi di Indonesia masih sangat kompleks. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Publik Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Falih Suaedi Drs MSi, dalam orasi ilmiahnya di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR, Rabu (18/12/2024).
Prof Falih menyebut birokrasi yang ada saat ini masih jauh dari kata ideal. Sistem yang hierarkis dan sentralistik, budaya patronase dan nepotisme, serta resistensi terhadap perubahan menjadi alasan utama lambatnya reformasi birokrasi di Indonesia.
“Birokrasi di Indonesia masih bergantung pada struktur hirarkis yang ketat dan sistem keputusan yang terpusat, sehingga pengambilan keputusan sering kali tidak fleksibel. Ditambah lagi budaya patronase dan nepotisme membuat perubahan sulit diterapkan karena bertentangan dengan nilai tradisional,” ujarnya.
Dalam orasinya, Prof Falih menguraikan konsep birokrasi ideal menurut Max Weber. Sistem yang efisien, aturan yang jelas, pembagian tugas yang spesifik, dan kontrol yang terstruktur menjadi pilar birokrasi ideal.
Namun, pada kenyataannya, banyak negara berkembang termasuk Indonesia menyimpang dari konsep ini.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Prof Falih memperkenalkan strategi 3M (Management, Market, Measurement) sebagai terobosan menuju birokrasi yang lebih ideal dan berkelas dunia.
1. Management (Manajemen)
Strategi ini menekankan peran pemimpin sebagai agen perubahan dalam organisasi. Pemimpin memiliki peran penting dalam membentuk budaya organisasi melalui nilai-nilai yang ditanamkan dan cara mereka menangani tantangan.
“Pemimpin harus mendorong inovasi, fleksibilitas, dan mendekatkan pengambilan keputusan ke level yang lebih rendah. Keberhasilan sistem birokrasi sangat bergantung pada kepemimpinan individu yang memegang posisi strategis,” papar Prof Falih.
2. Market (Pasar)
Strategi ini bertujuan menciptakan kompetisi dan persaingan untuk meningkatkan kinerja birokrasi. Dengan adanya pilihan publik, masyarakat dapat menilai kualitas layanan yang diberikan instansi pemerintah.
“Akuntabilitas publik juga menjadi elemen penting dalam strategi ini, sehingga organisasi memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat,” tambahnya.
3. Measurement (Pengukuran)
Penggunaan alat ukur dan indikator yang jelas menjadi kunci untuk mengevaluasi kinerja sektor publik dan kualitas pelayanan.
“Dengan pengukuran yang benar, akan dihasilkan data valid dan dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan rasional dalam birokrasi,” jelasnya.
Prof Falih berharap, dengan penerapan strategi 3M, Indonesia dapat menciptakan birokrasi yang efisien dan responsif. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang ideal.
“Dengan terobosan ini, kita dapat membangun birokrasi yang tidak hanya melayani, tetapi juga menjadi agen perubahan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” tutupnya.