Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Artikel

Tantangan dan Peluang Gasifikasi Batubara Jadi DME di Indonesia

18
×

Tantangan dan Peluang Gasifikasi Batubara Jadi DME di Indonesia

Sebarkan artikel ini
DME
Dosen Teknik Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Wahid Dianbudiyanto, S.T., M.Sc.

KilasJava.id, Surabaya – Pemerintah terus mendorong pengembangan gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai alternatif  Liquefied Petroleum Gas (LPG) tanpa melibatkan investasi asing.

Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan impor LPG yang saat ini mencapai 70% dari total kebutuhan nasional, sekitar 7 juta ton per tahun.

Example 300x600

Indonesia memiliki cadangan batubara yang melimpah, yang dapat digunakan sebagai bahan baku utama produksi DME dalam jangka panjang.

Dosen Teknik Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Wahid Dianbudiyanto, menyebut hilirisasi batubara menjadi DME sebagai strategi penting dalam memperkuat ketahanan energi dan ekonomi nasional.

“Dengan memanfaatkan sumber daya batubara yang berlimpah, Indonesia dapat memperkuat ketahanan energi sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan akibat impor LPG yang besar,” ujarnya.

Meski memiliki potensi besar, teknologi gasifikasi batubara masih menghadapi tantangan, terutama dari segi biaya produksi yang tinggi dan proses yang kompleks.

Selain itu, infrastruktur distribusi DME belum siap karena karakteristik energinya berbeda dari LPG.

Untuk menggantikan 3 juta ton LPG per tahun, setidaknya diperlukan 4–5 pabrik gasifikasi berskala besar.

Namun, DME memiliki densitas energi yang lebih rendah dibandingkan LPG, sehingga membutuhkan penyesuaian dalam sistem penyimpanan dan transportasi.

“Karakteristik fisik DME berbeda dari LPG, sehingga diperlukan penyesuaian dalam sistem penyimpanan dan transportasi agar bahan bakar ini dapat digunakan secara optimal,” jelas Wahid.

DME memang lebih ramah lingkungan saat digunakan, tetapi proses gasifikasi batubara tetap berkontribusi pada emisi karbon. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) atau penggunaan biomassa sebagai bahan baku campuran.

“Gasifikasi batubara memang berpotensi meningkatkan emisi karbon. Namun, dampak ini dapat dikurangi dengan penerapan teknologi CCS atau dengan mencampurkan biomassa sebagai bahan baku alternatif. Langkah-langkah ini dapat membantu menekan jejak karbon dan menjadikan DME sebagai opsi energi yang lebih berkelanjutan,” terang Wahid.

Pemerintah memilih untuk membiayai proyek ini secara mandiri melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan melibatkan BUMN. Namun, penggunaan teknologi asing* dalam produksi DME masih menjadi dilema karena dapat meningkatkan biaya produksi.

Agar proyek ini dapat berjalan optimal, Wahid menekankan pentingnya penetapan harga patokan DME dan pemberian insentif fiskal untuk menarik investor.

“Pemerintah perlu menetapkan harga patokan DME agar tetap menarik bagi produsen dan konsumen, serta menyediakan insentif fiskal seperti tax holiday atau pembebasan bea masuk untuk menekan beban produksi dan distribusi,” tambahnya.

Dengan strategi yang tepat, pengembangan DME diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor LPG, memperkuat hilirisasi energi, serta memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia.

***Kunjungi kami di news google KilasJava.id

Example 468x60 Example 468x60 Example 468x60 Example 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *