Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Artikel

Asemrowo dan Bayang-Bayang Sampah: Ketika Kesadaran Lingkungan Masih Jadi PR

2
×

Asemrowo dan Bayang-Bayang Sampah: Ketika Kesadaran Lingkungan Masih Jadi PR

Sebarkan artikel ini
Sampah
Tampak tumpukan sampah yang membuat pandangan tak sedap.

KilasJava.id, Surabaya – Jalan utama yang membentang menuju Tambak Pring dan Tambak Dalam di Kecamatan Asemrowo kembali dihiasi tumpukan sampah.

Padahal, belum lama ini jalur tersebut sempat bersih dan lega setelah dibersihkan oleh pihak pemerintah. Selama hampir tiga bulan, warga sempat menikmati suasana bebas dari bau menyengat dan pemandangan plastik berserakan.

Example 300x600

Namun, kelegaan itu hanya sementara. Beberapa hari pasca Idulfitri, wajah lama jalan ini kembali muncul: gundukan sampah rumah tangga, bungkusan plastik, hingga limbah makanan terlihat menumpuk, seolah tak pernah ada upaya pembersihan sebelumnya.

Plakat bertuliskan larangan membuang sampah masih menempel, tapi seakan hanya menjadi pajangan.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah masyarakat belum cukup sadar akan pentingnya menjaga lingkungan, atau memang sudah terbiasa hidup berdampingan dengan sampah?

Sampah yang dibuang sembarangan bukan hanya soal estetika lingkungan. Ini adalah persoalan yang kompleks, mulai dari kesehatan, kebersihan, hingga ancaman ekologis jangka panjang.

Tumpukan sampah organik bisa menjadi sarang lalat dan tikus yang menyebarkan penyakit. Limbah plastik bisa terseret ke saluran air, menyumbat drainase dan memicu banjir saat musim hujan datang.

Jika dibiarkan, sampah bahkan bisa mencemari air tanah dan merusak ekosistem mikro yang ada di sekitar.

Tak hanya itu, bau menyengat dari sampah yang membusuk bisa memengaruhi kualitas hidup warga sekitar.

Anak-anak yang bermain di sekitar lokasi pun rentan terkena infeksi akibat bakteri dan virus dari sampah yang terbuka.

Kebiasaan membuang sampah sembarangan adalah cermin dari minimnya edukasi dan pengawasan.

Dalam kasus Asemrowo, pelanggaran terus terjadi karena tidak ada efek jera.

Plakat peringatan saja tak cukup. Perlu pendekatan yang lebih menyentuh hati, semisal kampanye lingkungan, edukasi rutin dari RT-RW hingga pemanfaatan media sosial untuk menyuarakan dampaknya.

Program bank sampah atau sistem pelaporan warga berbasis aplikasi bisa menjadi solusi.

Memberikan penghargaan bagi warga yang menjaga lingkungan, serta memberi sanksi sosial kepada pelanggar juga bisa memacu perubahan perilaku.

Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan sinergi aktif antara warga dan aparat agar perubahan bisa terjadi dari dalam lingkungan itu sendiri.

Banyak warga Asemrowo yang sebenarnya peduli. Mereka gerah dengan kondisi yang kembali kumuh. Namun, mereka pun tak berdaya menghadapi gelombang ketidakpedulian dari sebagian lainnya.

Mimpi jalan bersih dan bebas dari sampah bukan utopia. Itu bisa jadi kenyataan bila setiap orang merasa memiliki tanggung jawab atas sepotong tanah tempat mereka berpijak.

Jika bukan dimulai dari diri sendiri, lalu dari siapa? Jika bukan sekarang, lalu kapan?

***Kunjungi kami di news google KilasJava.id

Example 468x60 Example 468x60 Example 468x60 Example 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *