Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Opini

Ketika Wartawan Dipecat, Demokrasi pun Terancam

21
×

Ketika Wartawan Dipecat, Demokrasi pun Terancam

Sebarkan artikel ini
Wartawan
Suko Widodo, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga, "Kita tidak sedang menyaksikan sekadar transisi media, tetapi pembubaran diam-diam atas ruang publik yang rasional dan bertanggung jawab.”

Oleh: Suko Widodo, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga

KilasJava.id – Ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap wartawan televisi di Indonesia belakangan ini bukan sekadar problem ketenagakerjaan.

Example 300x600

Ia adalah gejala permukaan dari penyakit yang lebih dalam: matinya perlahan ruang-ruang produksi jurnalisme berkualitas, tergantikan oleh konten murah, instan, dan algoritmik.

Dalam lanskap media digital yang makin liberal dan tak terkendali, lembaga penyiaran televisi yang dahulu menjadi tulang punggung informasi publik dipaksa bersaing dengan platform-platform media sosial yang tak memiliki tanggung jawab redaksional.

Di sisi lain, pendapatan iklan televisi tergerus tajam, sebagian besar bermigrasi ke kanal digital yang dikendalikan oleh raksasa teknologi global. Dalam tekanan ini, efisiensi menjadi tameng, dan PHK menjadi jalan pintas yang paling brutal.

Namun, yang diberhentikan bukan hanya orang, melainkan ingatan kolektif, etika jurnalistik, dan nilai-nilai profesi yang selama ini diperjuangkan.

Wartawan-wartawan senior yang selama ini menjaga prinsip keberimbangan, verifikasi, dan integritas tiba-tiba tergantikan oleh konten kreator dadakan, clickbaiters, dan suara yang dibentuk oleh kecenderungan algoritmik.

Fenomena ini menunjukkan bahwa kebebasan pers hari ini tak cukup hanya dibela dari sisi politik atau hukum. Kita juga harus melihatnya dari sisi ekonomi media.

Ketika ruang redaksi dikosongkan oleh krisis finansial, maka suara publik ikut melemah.

Demokrasi pun kehilangan salah satu penyangga utamanya: pers yang mampu bekerja secara independen dan profesional.

Inilah sebabnya, memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia tidak cukup hanya dengan seremoni atau slogan.

Ia harus diikuti dengan pembelaan nyata terhadap jurnalis sebagai pekerja, terhadap redaksi sebagai institusi pengetahuan, dan terhadap pers sebagai pilar demokrasi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi KilasJava.id

***Kunjungi kami di news google KilasJava.id

Example 468x60 Example 468x60 Example 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *